Friday, April 26, 2013
Wednesday, April 24, 2013
Dua Potongan Kecil - Bagian ketiga
Potongan ke tiga
San Rafael. Central Havana, Cuba.
16 Maret 2009 – 14.00_
Suasana
saat itu terlihat lengang pada sebuah kediaman mewah yang terletak di tengah
kota Havana, ibu kota sekaligus kota
terbesar di Cuba. Hari itu adalah
pertama kalinya hujan turun di Cuba pada
tahun ini. Hujan yang deras baru saja
mengguyur Havana. Musim hujan kali
ini datang agak terburu-buru, maklum beberapa tahun belakangan siklus iklim dan
cuaca di Cuba tidak menentu.
Pergantian musim pun mengalami pergeseran di sana. Hujan itu telah reda, namun
gerimisnya masih menyisakan rintik-rintik air. Keadaan tenang dan damai
terhampar di sana walau tak sebanding dengan penjagaan ekstra ketat yang dapat
terlihat di setiap sudut sebuah kediaman mewah di jalan San Rafael, sebuah bangunan yang sangat mewah di sisi tak terjamah
kota itu.
Tempat yang lebih terlihat seperti palace itu tampak dijaga oleh sejumlah orang pria berpenampilan rapih. Beberapa di antara mereka terus berjalan berkeliling mengawasi keadaan sekitar. Yang lainnya terpatung di beberapa titik yang mungkin dianggap vital di tempat tersebut. Di gerbang masuk terdapat pos penjagaan, tak jauh dari sana seorang pria berkulit gelap berdiri dengan sebuah rantai terikat pada tangan kanannya. Ikatan yang lain terkalung pada leher seekor anjing Doberman dengan tinggi sekitar 70 cm. Penampilan pria itu terlihat sangar bersama seekor anjing besar berwarna hitam legam dengan sedikit motif bulu berwarna cokelat di wajah yang berdiri kokoh di sebelahnya. Doberman itu menoleh ke arah pintu gerbang yang sedang di buka oleh seorang penjaga, lalu menggonggong menyambut kedatangan sebuah limousine putih yang tampaknya sudah tak asing lagi baginya.
Seorang pria menghampiri limousine yang berhenti tepat di depan
teras pintu utama. Pria tadi membukakan pintu belakang mobil bagian kanan, lalu
empat pria lain yang belum mendapatkan peran bersiap-siap di depan pintu untuk
menyambut seseorang yang akan keluar dari mobil dan memasuki rumah. Jika dilihat
dari perlakuan para ‘ajudan’ nya itu, pastilah orang ini merupakan seseorang
yang istimewa; sangat istimewa tepatnya.
Sepatu kulit berwarna cokelat
mengkilap lebih dulu terlihat menjulur keluar dari dalam mobil menapaki paving block, kemudian disusul oleh kaki
sebelah kirinya. Kini tampak jelaslah siapa orang istimewa tersebut; seorang
pria gagah di balik setelan jas putihnya, memakai kemeja biru tua bergaris, dan
kacamata hitam berlensa tipis. Kharisma orang ini benar-benar memancar pada
orang-orang di sekitarnya. Ia melepas kacamatanya, lalu dengan sigap pria yang
tadi membukakan pintu segera mengambil kacamata itu dari sang pemilik. Setelah
itu ia melepaskan jas putihnya, dan lagi-lagi tanpa komando si ajudan tadi
mengambil dan membawakan jas dan kacamata itu.
Subscribe to:
Posts (Atom)